Selasa, 20 Agustus 2013

ANALISIS LAPORAN KEUANGAN BANK ACEH PER 30 JUNI 2013 & 30 JUNI 2012



Berikut adalah beberapa rasio keuangan yang saya gunakan dalam menganalisis laporan keuangan Bank Aceh guna melengkapi tugas kuliah PPAK Etika Bisnis Oleh Bapak Dr. Iskandarsyah Madjid.

Analisis Rasio Likuiditas
Analisis yang dilakukan terhadap kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek atau kewajiban yang sudah jatuh tempo.
Rasio Likuiditas yg sering digunakan untuk menilai kinerja suatu bank antara lain:
a. Cash Ratio ( CR )
b. Loan to deposit ratio ( LDR )
c. Loan to asset ratio ( LAR )

a. Cash Ratio
Untuk mengukur kemampuan bank dalam membayar kembali simpanan nasabah pada saat ditarik dengan menggunakan alat-alat likuid yang dimilikinya.

CR =    (Alat Likuid)/(Pinjaman yang harus segera dibayaar)        

Tahun 2012     =         3.361.776/10.250.658=  0,33 
Tahun 2013 =         6.423.616/9.943.456=  0,65
Alat Likuid :  Uang Kas di Bank dan Rekening giro yang disimpan di Bank Indonesia.

Tahun 2012  jumlah aktiva lancar sebanyak 0,33  kali utang lancar atau setiap 1 rupiah utang lancar dijamin oleh 0,33 rupiah harta lancar atau 0,33 : 1 antara aktiva lancar dengan utang lancar. Tahun 2013 jumlah aktiva lancar sebanyak 0,65 kali utang lancar atau setiap 1 rupiah utang lancar dijamin oleh 0,65  rupiah harta lancar atau 0,65 : 1 antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar lebih besar.
Artinya pada tahun 2013, perusahaan memiliki kemampuan membayar kewajiban lebih besar dengan aktiva yang lebih besar daripada tahun 2012. berarti pada tahun 2012 rasio lancarnya lebih rendah daripada pada tahun 2013. Hal ini dapat dikatakan bahwa kondisi perusahaan pada tahun 2012 kurang modal untuk menbayar utang. Dan tahun 2013 memiliki likuiditas yang semakin  baik.

b. Loan To Deposit Ratio
Menyatakan seberapa jauh kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan nasabah dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Rasio antara seluruh jml. Kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Semakin tinggi rasio tsb, maka makin rendah likuiditas bank tsb

LDR = (Jumlah Kredit yang diberikan)/(Total dana pihak ketiga+KLBI+Modal Inti) 

Tahun 2012 = 8.467.755/1.729.803=4,89 
Tahun 2013 = 8.774.764/2.153.653=4,07 

Pada tahun 2013, untuk tiap pendanaan ekuitas terdapat Rp 4,07 pendanaan jangka panjang dari kreditor. Pada tahun 2012, untuk tiap pendanaan ekuitas terdapat Rp 4,89 pendanaan jangka panjang dari kreditor. Dari hasil perhitungan keduanya, dapat dilihat adanya penurunan pendanaan jangka panjang dari kreditur dari tahun 2012 ke 2013. Jadi, likuiditas bank dari tahun 2012 ke 2013 semakin tinggi, karena LDR nya semakin rendah.

c. Loan To Asset Ratio
Rasio ini untuk mengukur tingkat likuiditas bank yang menunjukkan kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. LAR merupakan perbandingan antar besarnya kredit yang diberikan bank dengan besarnya total asset yang dimiliki bank. Semakin tinggi rasio ini maka tingkat likuiditasnya rendah karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya makin besar

LAR = (Jumlah Kredit yang diberikan)/(Jumlah Asset)

Tahun 2012 =  8.467.755/13.468.231=0,63 
Tahun 2013 =  8.774.764/16.525.941=0,53 

Pada tahun 2013, kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit adalah sebesar Rp 0,53 dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. Pada tahun 2012, kemampuan bank untuk memenuhi permintaan kredit adalah sebesar Rp 0,63 dengan menggunakan total asset yang dimiliki bank. Dari hasil perhitungan keduanya, dapat dilihat adanya penurunan dalam memenuhi permintaan kredit dari tahun 2012 ke 2013. Maka dengan semakin rendah nya rasio ini maka tingkat likuiditasnya tinggi karena jumlah asset yang diperlukan untuk membiayai kreditnya makin kecil.

Analisis Rasio Profitabilitas
Rasio untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.
Analisis rasio profitabilitas suatu bank antara lain :
a. Return On Asset ( ROA )
b. Return On Equity ( ROE )
c. Net Profit Margin ( NPM )

a. Return on Asset (ROA)
Return On Asset (ROA) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank dan semakin baik pula posisi bank tersebut dalam penggunaan asset.

Return on Asset (ROA) = (laba bersih)/( total asset)

Tahun 2012 = ( 199.256)/13.468.231  = 0,015
Tahun 2013 = 257.362/16.525.941 = 0,016

Berdasarkan analisis ROA pada tahun 2012 setiap  Rp 1 investasi asset, akan menghasilkan Rp 0,015 laba bersih, sedangkan pada tahun 2013 setiap Rp 1 investasi asset akan menghasilkan Rp 0,016 laba bersih. Dengan kata lain tingkat pengembalian atas penggunaan asset perusahaan mengalami kenaikan dari tahun 2012 ke tahun 2013, ini berarti semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai bank. 

b. Return on Equity (ROE)
Untuk mengukur kemampuan bank dalam memperoleh keuntungan bersih dikaitkan dengan pembayaran dividen.  Semakin besar rasio ini maka makin besar kenaikan laba bersih bank yang bersangkutan, selanjutnya akan menaikan harga saham bank dan semakin besar pula dividen yang diterima investor.

Return on Equity (ROE) = (laba setelah pajak)/(modal inti)  

Tahun 2012 = 199.256/1.500.000  =  0,133
Tahun 2013 = 200.377/1.500.000  =  0,136

Berdasarkan analisis ROE pada tahun 2012 setiap investasi ekuitas sebesar Rp 1 akan menghasilkan Rp 0,133 laba setelah pajak. Sedangkan pada tahun 2013 setiap investasi ekuitas sebesar Rp 1 akan menghasilkan 0,136 laba setelah pajak. Dengan kata lain tingkat pengembalian ekuitas meningkat dari tahun 2012 ke tahun 2013, ini berarti perusahaan mengalami kenaikan laba bersih setelah pajak sehingga meningkatkan harga saham dan deviden yang diberikan kepada investor.

c. Net Profit Margin 
Rasio NPM ini adalah rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh bank dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Pendapatan Operasional berasal dari pemberian kredit dengan resiko kredit macet, selisih kurs valas jika kredit dalam valas dan lain-lain.

NPM = (LABA BERSIH )/(PENDAPATAN OPERASIONAL)   

Tahun 2012 = 199.256/93.352    = 2,34
Tahun 2013 = 200.377/65.285   = 3,07

Tahun 2012  margin laba bersih sebesar 2,34  kali pendapatan operasional atau setiap 1 rupiah pendapatan dijamin oleh 2.34 rupiah laba bersih. Tahun 2013  margin laba bersih sebesar 3,07  kali pendapatan operasional atau setiap 1 rupiah pendapatan dijamin oleh 3.07 rupiah laba bersih.
Semakin besar rasio NPM menunjukkan bahwa semakin besar kemampuan bank dalam menghasilkan laba bersih sebelum pajak. Dari hasil analisis diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan bank dalam menghasilkan laba operasi di tahun 2013 lebih baik dari pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja bank juga mengalami peningkatan.

Analisis Rasio Solvabilitas
Untuk mengukur kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya atau kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jika terjadi likuidasi bank.

Rasio yang digunakan pada analisis solvabilitas adalah :
a. Debt to Equity ratio  
b. Long Term debt to assets ratio

a. Debt to Equity Ratio
Debt to Equity Ratio mencerminkan besarnya proporsi antara total debt (total hutang) dengan total shareholder’s equity (total modal sendiri). Total debt merupakan total liabilities (baik utang jangka pendek maupun jangka panjang): sedangkan total shaareholder’s equity merupakan total modal sendiri (total modal saham yang di setor dan laba yang ditahan) yang dimiliki perusahaan.

DER= (JUMLAH HUTANG)/(JUMLAH MODAL SENDIRI)  

Tahun 2012 = 229.803/1.500.000  = 0,153
Tahun 2013  = 653.653/1.500.000  = 0,435 

Tahun 2012 DER sebesar 0,153 kali modal sendiri atau setiap 1 rupiah modal menjamin 0.153 rupiah hutang. Tahun 2013  DER sebesar 0,435 kali modal sendiri atau setiap 1 rupiah modal menjamin 0.435 rupiah hutang.
Dari hasil diatas menunjukkan bahwa rasio di tahun 2013 lebih besar dari tahun 2012, artinya semakin tinggi DER menunjukkan komposisi total hutang semakin besar di banding dengan total modal sendiri, sehingga berdampak semakin besar beban perusahaan terhadap pihak luar (kreditur). Jadi, kemampuan membayar hutang dari modal sendiri lebih baik tahun 2012 daripada tahun 2013.

b. Long Term Debt To Assets Ratio

Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh nilai seluruh asset bank dibiayai atau dananya diperoleh dari sumber hutang jangka panjang. Semakin besar rasio ini, maka makin kecil kemampuan untuk membayar hutang dari assset.

LTDTA= (HUTANG JANGKA PANJANG)/(TOTAL ASSET)

Tahun 2012 = 2.702.516/13.468.231  = 0,20
Tahun 2013  = 4.333.633/16.525.941  = 0,26 

Tahun 2012 DER sebesar 0,20 kali total asset atau setiap 1 rupiah asset menjamin 0.20 rupiah hutang jangka panjang. Tahun 2013  DER sebesar 0,26 kali total asset atau setiap 1 rupiah asset menjamin 0.26 rupiah hutang jangka panjang.
Dari hasil diatas menunjukkan bahwa rasio di tahun 2013 lebih besar dari tahun 2012, artinya semakin tinggi LTDTA, maka makin kecil kemampuan untuk membayar hutang dari asset. Jadi, kemampuan membayar hutang jangka panjang dari total asset lebih baik tahun 2012 daripada tahun 2013.

*Sumber Data : Laporan Keuangan Bank Aceh yang diterbitkan oleh Serambi Indonesia Tanggal 27 Juli 2013

Jumat, 19 Juli 2013

KASUS : KEKECEWAAN PARA PELANGGAN IPHONE


Pada tanggal 5 September 2007, Steve Jobs, Ceo Apple Inc, mengumumkan bahwa iphone akan mengurangi harga menjadi $ 200 dari $ 599, harga permulaan dari dua bulan sebelumnya. Setelah tersebarnya kebijakan tersebut, ia menerima ratusan e-mail dari pelanggan yang marah. Dua hari kemudian, ia menawarkan pelanggan awal yang membayar harga penuh kredit $ 100 baik di toko ritel Apple dan online. Apakah keputusan ini untuk mengurangi penurunan harga $ 200, dan cara melakukannya, yang sesuai dari segi etika?
Jika apple telah mempertimbangkan dampak staheholder bahwa keputusan yang terlibat, mereka akan menyadari bahwa, kekecewaan konsumen masa lalu akan paling terpengaruh, reputasi apple juga akan ternoda, dan juga dapat mempengaruhi konsumen masa depan yang mereka mencoba untuk mendorong. Selain itu, apple karyawan-banyak di antaranya telah tertarik dengan reputasi apple kuat untuk memberikan solusi inovatif berkualitas tinggi-akan mempertanyakan motif perusahaan yang bisa melemahkan loyalitas dan komitmen mereka.
Jika manajemen apple menerapkan filsuf tradisional, mereka akan menemukan hal-hal berikut:
Konsekuensialisme
Dari perspektif keuntungan, apple mengharapkan untuk lebih dari mengimbangi $ 200 per unit penurunan marjin dengan keuntungan dalam volume penjualan. Untuk iphone saja, ini mungkin benar, tetapi apple memiliki banyak produk yang akan dibeli oleh pelanggan lain yang bisa terpengaruh secara negatif dan yang akan melihat keputusan sebagai penurunan harga oportunistik dari harga awal yang sangat tinggi. Perilaku Gouging dapat diduga, yang akan merusak proposisi nilai sehat apple dan penjualan non-iphone akan terjadi sebagai hasilnya. Secara keseluruhan, manajemen mungkin tidak pasti akan membuat laba bersih gabungan dari penjualan iphone dan produk lainnya.
Masalah Tugas, Hak, Dan Keadilan
Eksekutif apple memiliki kewajiban untuk membuat keuntungan, asalkan tidak melakukan peelanggaran hukum. Dalam hal ini, pelanggan awal iphone mungkin memiliki hak kekuatan hukum untuk menuntut praktek yang tidak adil, tetapi tindakan individu akan jauh lebih mungkin dibandingkan class action. Dampak dari ketidakadilan penurunan harga bisa menjadi lebih besar dengan pemberitaan buruk dari pers.
Kebajikan diharapkan
Dalam benak pelanggan apple dan karyawan, Job adalah seorang teknis yang jenius berpandangan jauh yang telah didorong untuk memberikan nilai yang besar bagi stakeholder, Bagi para stakeholder $ 200 penurunan harga tidak sesuai dengan harapan. Jika demikian, jawaban bisa saja sebagai berikut:
1. Apakah itu menguntungkan? Hasil tidak jelas seperti yang dibahas sebelumnya.
2. Apakah legal? Mungkin, kecuali tindakan perlindungan konsumen tersinggung
3. Apakah itu adil? Tidak sesuai untuk beberapa pelanggan dan karyawan
4. Apakah itu benar? Tidak, sesuai dengan beberapa eksekutif, karyawan, dan pelanggan potensial
5. Apakah itu menunjukkan kebajikan yang diharapkan? Tidak, seperti yang dibahas sebelumnya.
6. Pertanyaan Opsional: apakah berkelanjutan (lingkungan atau dari waktu ke waktu)? Masalah dampak lingkungan tidak terlibat dalam keputusan ini, namun dampak menengah dan jangka panjang cenderung negatif dan mungkin signifikan. Ini akan menjadi bijaksana untuk mengulang keputusan seperti itu, atau mengabaikan kemungkinan dampak negatif di masa depan reputasi.
Pada keseimbangan, apple harus mempertimbangkan $ 200 penurunan harga menjadi tidak adil dan tidak bijaksana tanpa mitigasi bagi pembeli awal iphone. Apakah kredit sebesar $ 100 yang memadai, dan pemanfaatan terbatas yang tepat? Analisis lain bisa dijalankan, dan solusi suara tiba di dalam berulang fashion, menerapkan imajinasi moral yang mana mungkin. Dalam hal ini kemungkinan bahwa penghakiman akan harus diterapkan. Waktu akan memberitahu. Dalam hal apapun, pekerjaan bisa menghindari pers negatif awal dan kerusakan dan apple,

Perlu dicatat bahwa, meskipun diskon harga dari tipe yang diuraikan dalam hal ini merupakan tidak biasa, dan umumnya tidak dianggap sebagai masalah etis yang serius, mereka memiliki aspek etis yang dapat dinilai dengan menggunakan pengambilan keputusan etis pendekatan dibahas dalam bab ini. Mereka tentu merupakan risiko yang dapat melemahkan reputasi eksekutif dan perusahaan yang terlibat.

Jumat, 12 Juli 2013

Empat Pilar Kode Etik Akuntan


Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakainya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak professional. Salah satu contoh kode etik profesi adalah kode etik Akuntan Indonesia.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
1.      Kredibilitas.
Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi. Kredibilitas adalah kualitas, kapabilitas, atau kekuatan untuk menimbulkan kepercayaan. Aplikasi umum yang sah dari istilah kredibilitas berkaitan dengan kesaksian dari seseorang atau suatu lembaga selama konferensi. Kesaksian haruslah kompeten dan kredibel apabila ingin diterima sebagai bukti dari sebuah isu yang diperdebatkan.
2.      Profesionalisme.
Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
Tanggung Jawab profesi dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap akuntan harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, akuntan mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peran tersebut, akuntan mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Akuntan juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
3.      Kualitas Jasa.
Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi. Profesi akuntan publik bertanggungjawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan, sehingga masyarakat memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai dasar pengambilan keputusan. Guna menunjang profesionalismenya sebagai akuntan publik maka auditor dalam melaksanakan tugas auditnya harus berpedoman pada standar audit yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan.
4.      Kepercayaan.
Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
(a) Prinsip Etika,
(b) Aturan Etika, dan
(c) Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.

Jumat, 05 Juli 2013

ETHICS AND GOVERNANCE SCANDALS (Chapter 2)

1.      Do you think that the events recorded in this chapter are isolated instances of business malfeasance, or are they systemic through the business world?
Answer :
Menurut saya peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam bab ini merupakan tindakan penyimpangan atau kecurangan dalam dunia bisnis. Dalam kasus ini pihak manajemen bekerjasama dengan para akuntan untuk menguntungkan pihak mereka. Walaupun prinsip dalam dunia bisnis adalah mencari keuntungan (profit oriented) tetapi hal ini bukan berarti perusahaan dapat melakukan penyimpangan sehingga merugikan pihak lain. Sistem bisnis memang kadang terkenal “strict”tetapi sebagai pebisnis yang bermoral dan beretika hendaknya kita tetap pada jalur yang tidak menyimpang. Dan jelas sekali bahwa penyimpangan/kecurangan bukan merupakan bagian dari sistem bisnis dunia.


2.      The events recorded in this chapter have given rise to legislative reforms concerning how business executives, directors, and accountants are to behave. Is this a case of too little legislation being enacted too late to prevent additional business fiascos?
Answer :                                                                                                           
Dengan adanya peristiwa ini maka muncullah peraturan-peraturan tentang bagaimana pihak manajemen, direksi, dan para akuntan berperilaku. Menurut saya, mungkin saja peristiwa penyimpangan ini terjadi karena kurang nya peraturan atau pedoman bagi para manajemen, direksi, dan akuntan. Semakin bagus suatu pedoman makanya makin minim penyimpangan akan terjadi. Semua tindakan ada peraturan dan sanksinya, oleh karena itu para manajemen pun akan lebih berhati-hati mengambil suatu tindakan. Dan selain itu, integritas terhadap kode etik harus ditingkatkan khususnya untuk para akuntan.

3.      Is there anything else that can be done to curtail this sort of egregious business behaviour other that legislation?
Answer :
Ya selain dibentuknya undang-undang tersebut ada hal lain yang dapat mengurangi peristiwa penyimpangan itu, antara lain :
a.       Adanya badan pengawas Negara yang mengawasi kegiatan perusahaan, dan dewan organisasi profesi yang mengawasi kinerja dari anggota profesinya.
b.      Menumbuhkan goal  congruence di para staff, middle, and top management. Goal congruence itu sendiri adalah suatu usaha untuk menyelaraskan tujuan yang diingin capai. Dengan adanya hal ini, maka minim kemungkinan terjadi penyelewengan/kecurangan karena focus dari goal congruence itu tidak hanya menguntungkan pihak tertentu saja, melainkan semua pihak baik stakeholders dan shareholders.
c.       Adanya pemantauan dari publik. Hal ini cukup efektif untuk menghindari penyimpangan yang dilakukan perusahaan. Dalam hal ini, media khususnya sangat berperan. Dengan adanya sorotan dari media, perusahaan pasti akan memiliki rasa takut untuk melakukan penyimpangan.

4.      Many cases of financial malfeasance involve misrepresentation to mislead boards of directors and/or investors. Identify the instances of misrepresentation in the Enron, Arthur  Andersen, and WorldCom cases discussed in this chapter. Who was to benefit, and who was being misled?
Answer :
Kasus Arthur Andersen dan Enron :
Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, terlihat dari tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen yang berperan besar pada kebangkrutan perusahaan, terjadinya pelanggaran terhadap norma etika corporate governance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan, dan perilaku manajemen perusahaan merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap kepercayaan yang diberikan kepada perusahaan. Adanya penyesatan informasi. Dalam kasus Enron misalnya, pihak manajemen Enron maupun Arthur Andersen mengetahui tentang praktek akuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Yang mendapat keuntungan dari tindakan kecurangan ini adalah pihak manajemen Enron dan Arthur Andersen, sedangkan yang mengalami kerugian adalah para investor dan public (masyarakat).

Kasus WorldCom :
Manajemen WorldCom memanipulasi laporan keuangan, sehingga kinerjanya jadi kelihatan cantik yakni dengan menyulap biaya sewa yang seharusnya merupakan biaya operasional rutin yang akan mengurangi pendapatan pada tahun yang sama menjadi biaya investasi, sehingga bisa disebar untuk jangka 10 tahun. Biaya yang disulap oleh WorldCom per kuartalnya sebesar US$ 500-800 juta. Dengan manipulasi data seperti ini, WorldCom bisa melaporkan laba bersih US$ 1,4 miliar pada kuartal I/2001 dan US$ 172 juta pada kuartal I/2002. Padahal, kalau manajemen WorldCom melaporkan apa adanya, selama lima kuartal rapornya akan merah. Inilah informasi yang menyesatkan para investor dan kreditor sedangkan yang mendapat keuntungan dari penyesatan informasi ini adalah pihak manajemen (CEO, CFO, Director of General Accounting, Controller, Director of Management Reporting, dan Director of Legal Entry Accounting).

5.      Use the Jennings “Seven Sign” framework to analyze the Enron and WorldCom cases in this chapter.
Answer :
a.       Pressure to meet goals, especially financial ones, at any cost.
b.      A culture that does not foster open and candid conversation and discussion.
c.       A CEO who is surrounded with people who will agree and flatter the CEO, as well as a CEO whose reputation is beyond criticism.
d.      Weak broads that do not exercise their fiduciary responsibilities with diligence.
e.       An organization that promotes people on the basis of nepotism and favouritism.
f.       Hubris, the arrogant belief that rules are for other people, but no for us.
g.      A flawed cost/ benefit attitude that suggest that poor ethical behaviour in one area can be offset by good ethical behaviour in another area.

6.      Rank the worst three villains in the film Wall Street: Money Never Sleeps (2010). Explain your ranking.
Answer :
Urutan tiga penjahat terburuk dalam film Wall Street: Money Never Sleeps (2010) :
a.       Bretton James : Dia adalah dalang dibalik kebangkrutan Perusahaan Keller Zabel sehingga pemiliknya perusahaan melakukan bunuh diri. Selain itu Bretton James terlibat dalam skandal penggelapan pajak dan penjualan saham illegal (stock fraud).
b.      Gordon Gekko : Dia adalah mantan narapidana karena kasus penipuan penjualan saham/securities fraud. Dia pernah penjara selama 8 tahun karena tindakannya itu. Selain itu Gordon juga merupakan orang yang sangat mementingkan uang sampai terkadang dia lupa bahwa dia telah melakukan sesuatu diluar etika.
c.       Jacob Moore : Berniat ingin melakukan balas dendam kepada Bretton James. Jacob menuliskan tentang kasus skandal yang terjadi di Wall Street dan menyebarkannya di situs milik Winnie. Kasus itu terus berkembang hingga akhirnya Bretton James di adili.

7.      In each case discussed at some length in this chapter – Enron, Arthur Andersen, WorldCom, and Bernie Madoff – the problems were known to whistle-blowers. Should those whistle-blowers each have made more effort to be heard? How? 
Answer :

Ya seharusnya para whistle-blower itu melakukan usaha-usaha yang lebih agar pendapat mereka lebih di dengar/ dipercaya. Bisa dikatakan bahwa para whistle blower inilah “juru kunci” untuk mengungkapkan penyimpangan/kecurangan yang telah terjadi di dalam perusahaan. Selain itu, hendaknya para whistle blower ini  mendapat perlindungan yang lebih agar di masa mendatang orang lebih berani mengungkapkan sesuatu penyimpangan yang terjadi karena mereka bebas dari ancaman.

Jumat, 28 Juni 2013

WorldCom : The Final Catalyst

Kehancuran WorldCom sebenarnya terjadi karena kerapuhan kondisi finansialnya. Untuk menutupi defisit kasnya, manajemen WorldCom memanipulasi laporan keuangan, sehingga kinerjanya jadi kelihatan cantik. Caranya sebenarnya terbilang elementer (tapi tampaknya ditutup-tutupi oleh akuntannya, Arthur Andersen), yakni dengan menyulap biaya sewa yang seharusnya merupakan biaya operasional rutin yang akan mengurangi pendapatan pada tahun yang sama menjadi biaya investasi, sehingga bisa disebar untuk jangka 10 tahun. Biaya yang disulap oleh WorldCom per kuartalnya sebesar US$ 500-800 juta. Dengan manipulasi data seperti ini, WorldCom bisa melaporkan laba bersih US$ 1,4 miliar pada kuartal I/2001 dan US$ 172 juta pada kuartal I/2002. Padahal, kalau manajemen WorldCom melaporkan apa adanya, selama lima kuartal rapornya akan merah. Inilah informasi yang menyesatkan para investor dan kreditor.
Selepas pelengseran Bernard J. Ebbers (pendiri WorldCom) sebagai CEO, penggantinya John Sidgmore menyewa akuntan baru, KPMG, untuk meneliti kejanggalan keuangan WorldCom. Dengan gampang kemudian diketahui, bahwa Scott D. Sullivan, CFO WorldCom, dengan sengaja telah memasukkan US$ 3,85 miliar (dari total biaya sewa jaringan yang pada 2001 saja mencapai US$ 8,12 miliar) ke pos yang tak seharusnya. Sang CFO pun langsung dipecat. Akan tetapi, investor publik dan kreditor telanjur kehilangan dana besar, sekaligus makin memupuskan kepercayaan publik.
Satu lagi penyebab yang menonjol terhadap peristiwa WorldCom adalah adanya sifat keserakahan pada Bernard J. Ebbers ( pendiri WorldCom ) hal itu terlihat ketika meminjam uang perusahaan untuk memborong saham WorldCom (yang diyakininya akan terus naik) dengan mekanisme transaksi margin yang akhirnya pinjaman tersebut tak mampu dikembalikan Ebbers.
Skandal keuangan yang terjadi di Amerika Serikat yang dimulai dengan skandal Enron, Worldcom makin terus menekan kinerja Bursa Saham di Amerika. Skandal keuangan ini membuat masyarakat perlu mengamati lebih lanjut peran eksekutif perusahaan (CEO dan CFO), perusahaan akuntan, investment banker, investor, dan regulator dalam kontribusinya terhadap krisis keuangan.
Salah satu sebab utama dari kebangkrutan WorldCom adalah sikap serakah dari eksekutif senior yang didukung oleh sistem insentif kompensasi yang keterlaluan. Insentif yang dimaksud adalah sistem stock option yang mengizinkan eksekutif membeli saham dari perusahan yang mereka kelola. Sering kali jauh di bawah harga pada waktu itu. Sistem ini menyebabkan eksekutif perusahaan mencoba memaksmimalkan nilai saham dari perusahaan. Meningkatkan nilai perusahaan memang telah menjadi kredo bagi para ekseutif, tetapi sayangnya meningkatkan harga saham kadang-kadang dilaksanakan dengan cara yang tidak etis dan sering kali melanggar aturan atau hukum. Perusahaan menjadi cenderung memalsukan atau memberikan keadaan keuangan yang tidak akurat dan dibesar-besarkan asalkan harga saham mereka terus naik.
Sebab lain dari kegagalan adalah kurangnya independensi akuntan dan analis keuangan. Ketidakakuratan dari data-data keuangan sering kali juga tidak ”tertangkap” oleh tim audit. Dalam hal ini, kredibilitas akuntan menjadi pertanyaan. Tidaklah mengejutkan bila hal ini sampai terjadi. Soalnya, dalam banyak kasus, perusahaan akuntan yang melakukan audit pada saat yang bersamaan juga memberikan jasa konsultasi kepada perusahaan tersebut. Ketakutan akan kehilangan account yang penting sering kali membuat tim audit tidak membeberkan indikasi terjadinya ketidakwajaran dalam pembukuan.
Pertanyaan:
3. Bagaimana seharusnya dewan direksi mencegah manipulasi yang dilakukan manajemen?
Jawab  : Seharusnya dewan direksi harus lebih memantau apa yang dilakukan oleh pihak manajemen dan setiap keputusan yang akan dilakukan oleh manajemen hendaknya pihak menajemen meminta persetujuan dari dewan direksi.
4. Bernie Ebbers bukanlah seorang akuntan, jadi dia membutuhkan kerjasama dengan akuntan untuk membuat  manipulasi laporan. Mengapa akuntan worldcom mau melakukan manipulasi tersebut?

Jawab : Hal mungkin disebabkan karena kekuasaan Ebbers selaku CEO dari Worldcom sehingga Ebbers mudah mengintimidasi CFO (chief financial officer) Scott Sullivan untuk menutupi pengeluaran yang tidak terkontrol yang mencapai miliaran dolar .